Tempe, makanan fermentasi berbahan dasar kedelai, memiliki Jejak Sejarah yang sangat panjang dan mengakar kuat dalam budaya Jawa. Catatan tertua mengenai tempe diyakini berasal dari naskah Jawa kuno, diperkirakan dari abad ke-16 Masehi di wilayah Mataram. Penemuan awal ini menunjukkan bahwa teknik fermentasi kedelai telah menjadi bagian dari kearifan lokal Nusantara selama berabad-abad.

Pada awalnya, tempe mungkin dibuat secara tidak sengaja. Kedelai rebus yang diletakkan pada wadah daun tertentu—seperti daun jati atau daun waru—kemudian mengalami fermentasi alami oleh jamur Rhizopus. Proses sederhana ini menjadi cikal bakal Jejak Sejarah tempe. Inovasi lokal ini membuktikan kecerdasan nenek moyang dalam mengolah sumber daya alam menjadi sumber nutrisi.

Penyebaran tempe mengikuti Jejak Sejarah migrasi dan perdagangan di Jawa. Makanan ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat kelas bawah karena ketersediaan bahan baku yang melimpah dan harganya yang terjangkau. Tempe kemudian berevolusi menjadi salah satu komponen protein utama dalam pola makan sehari-hari, melengkapi nasi dan sayuran.

Masa penjajahan juga menjadi bagian dari Jejak Sejarah tempe. Pada periode sulit, ketika sumber protein hewani sulit didapatkan, tempe menjadi penyelamat gizi. Penemuan ilmiah modern kemudian mengkonfirmasi bahwa proses fermentasi tidak hanya meningkatkan protein, tetapi juga menghasilkan Vitamin B12, sangat penting dalam diet berbasis nabati.

Setelah kemerdekaan, tempe mulai dikenal secara lebih luas di seluruh kepulauan, tidak lagi hanya terbatas di Jawa. Tempe menjadi simbol ketahanan pangan Indonesia dan Makanan Murah bergizi. Pengakuan ilmiah internasional terhadap manfaat kesehatannya semakin menguatkan status tempe sebagai superfood unggulan dari Indonesia.

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, Jejak Sejarah tempe meluas ke ranah global. Para peneliti dan komunitas vegan di negara Barat mulai mempelajari dan mengonsumsi tempe. Proses fermentasi yang unik dan nilai gizi yang tinggi menjadikan tempe komoditas ekspor, membawa nama baik kuliner dan bioteknologi Indonesia ke dunia.

Inovasi modern juga turut memperkaya Jejak Sejarah tempe. Kini, tempe tidak hanya dibuat dari kedelai, tetapi juga dari kacang-kacangan lain seperti kacang koro dan lamtoro. Pengembangan ini menunjukkan bahwa tempe adalah produk budaya yang adaptif, terus berevolusi sambil mempertahankan esensi fermentasi tradisionalnya.

Kini, tempe telah bertransformasi dari Makanan Murah tradisional menjadi pahlawan pangan nasional. Jejak Sejarah tempe adalah cerminan dari kearifan lokal Indonesia dalam mengatasi tantangan pangan. Dengan kekayaan gizi dan nilai historisnya, tempe patut dibanggakan dan dilestarikan oleh setiap generasi.