Fenomena komedi di televisi seringkali mengandalkan kekerasan fisik ringan atau verbal abuse sebagai sumber kelucuan utama. Tamparan, jatuh tersungkur, atau caci maki yang dibalut tawa penonton studio seolah menjadi formula wajib. Ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa masyarakat terus menoleransi bahkan menertawakan perilaku agresif tersebut? Kita harus memahami Efek Domino yang mungkin ditimbulkannya.
Padahal, tayangan semacam ini berpotensi menormalisasi agresi dalam kehidupan nyata. Anak-anak dan remaja yang terpapar terus-menerus dapat menganggap bahwa kekerasan fisik atau verbal adalah cara wajar untuk bercanda atau merespons situasi. Komedi seharusnya menghibur, bukan mengajarkan bahwa menyakiti orang lain, meskipun pura-pura, adalah hal yang lucu dan dapat diterima.
Normalisasi ini menciptakan Efek Domino yang berbahaya dalam interaksi sosial. Ketika batas antara candaan dan bullying menjadi kabur, perilaku agresif berisiko dibawa ke sekolah atau lingkungan kerja. Kekerasan yang dianggap sepele di layar bisa menjadi pemicu tindakan serupa di dunia nyata, merusak empati dan sensitivitas sosial penonton.
Ironisnya, tayangan komedi seperti itu justru menunjukkan kurangnya kreativitas dalam menggali humor yang lebih cerdas dan bermakna. Humor seharusnya muncul dari pengamatan situasi, permainan kata, atau kritik sosial yang cerdas, bukan dari penderitaan atau penghinaan karakter. Produser perlu menyadari Efek Domino jika mereka terus bergantung pada gimmick kekerasan.
Penting bagi kita sebagai penonton untuk kritis dan selektif. Jika sebuah adegan kekerasan disajikan sebagai lelucon, kita harus bertanya, “Apakah ini benar-benar lucu?” Mengubah kebiasaan menonton dimulai dari kesadaran individu. Kita memiliki kekuatan untuk menghentikan tren ini dengan tidak memberikan rating atau popularitas pada tayangan yang berbau agresi.
Media memiliki peran krusial dalam membentuk budaya. Jika media terus menayangkan kekerasan sebagai hiburan, maka Efek Domino dari perilaku negatif akan terus meluas. Sudah saatnya produser dan content creator berinovasi, menyajikan komedi yang mencerahkan, mendidik, dan berbasis empati, jauh dari formula usang yang merugikan.
Kita membutuhkan standar moral yang lebih tinggi dalam industri hiburan. Mendorong komedi yang inklusif dan non-agresif adalah langkah menuju masyarakat yang lebih damai dan berempati. Mari kita putuskan mata rantai Efek Domino dari kekerasan yang dinormalisasi di layar. Kekuatan perubahan ada di tangan para penonton dan kreator.
Dengan menolak tontonan yang merayakan agresi, kita berinvestasi pada kesehatan mental dan kualitas interaksi sosial bangsa. Komedi sejati seharusnya menyatukan dan membangkitkan semangat positif, bukan memecah belah atau mengajarkan agresi. Inilah saatnya menuntut hiburan yang lebih baik dan bertanggung jawab.